Senin, 05 Oktober 2009

AFIRMASI

Kita pasti sering mendengar tentang afirmasi untuk meningkatkan kepercayaan diri atau keberanian seseorang. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan afirmasi?

Afirmasi (affirmation) adalah pernyataan keinginan atau hasrat yang diucapkan atau dibentuk dalam pikiran. Lebih sering diartikan sebagai kata-kata positif yang ditulis dan diucapkan seseorang setiap hari sehingga berpengaruh positif terhadap kepribadian, pikiran, dan tingkah laku orang tersebut. Kata-kata afirmasi ini bisa ditulis pada selembar kertas dan dibaca setiap bangun pagi. Jika dilakukan dengan berulang kali dan bersungguh-sungguh, maka afirmasi ini akan menumbuhkan kepercayaan diri dan motivasi.

Agar keinginan terwujud, pernyataan diucapkan berulang-ulang dari hari ke hari, sampai pernyataan itu tertanam dalam pikiran bawah sadar. Bila hal ini telah terjadi, maka pikiran bawah sadar akan merasakan adanya perbedaan antara apa yang dalam pikiran kita dengan kenyataan di dunia luar kita. Perbedaan ini akan menimbulkan suatu tekanan pada pikiran bawah sadar untuk menyiapkan ide, motivasi dan tindakan untuk menjadikan hasrat kita menjadi kenyataan.

Meskipun tampak sederhana, namun sebuah afirmasi tanpa teknik yang tepat, hanyalah menjadi kata-kata yang terucap tanpa menimbulkan dampak apa pun kepada orang yang mengucapkan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat sebuah afirmasi yang efektif, yaitu afirmasi harus bersifat pribadi dengan menggunakan kata 'saya'; harus berupa kalimat positif (hindari kata 'jangan' dan 'tidak'), dan kalimat harus berupa kondisi yang terjadi saat ini (jangan menggunakan kata 'akan').

Salah satu contoh kalimat afirmasi yang popular digunakan oleh Emile Coue, pencipta teknik autosugesti adalah "setiap hari, dengan segala cara, saya menjadi lebih baik dari sekarang". Contoh lainnya adalah, "Saya pasti sukses menghadapi ujian", atau "Saya pasti bisa!".

Afirmasi banyak digunakan dalam berbagai teknik terapi, pengembangan diri, dan motivasi seperti hipnoterapi, NLP, autosugesti, mind power, dan lain-lain.

Dengan teknik afirmasi ini diharapkan kita dapat mencapai kepribadian yang kita harapkan atau mencapai keinginan yang selama ini kita idam-idamkan.

(disadur dari Majalah Nirmala edisi Oktober 2009).

Minggu, 04 Oktober 2009

Tanpamu

Tanpamu aku lelah

Lelah fisik dan lelah pikiran

Piring menumpuk, baju yang harus disetrika juga menumpuk

Lantai berselimut debu

Bidadari kecilku tidak ada menjemput dari sekolah

Di saat itu aku mengharapkanmu

Sangat mengharapkanmu


 

Tapi bila ada kamu

Kadang-kadang aku lelah batin

Banyak yang terjadi

Banyak kejadian yang mengesalkan

Banyak cerita yang menyebalkan


 

Hanya satu pintaku

Semoga Tuhan berkenan

Memberikan seorang asisten rumah tangga

Yang baik, yang terampil, dan yang jujur

Dan bila itu terjadi

Aku pun akan berbuat yang terbaik

Baginya

Go Green

Plastik ada di mana-mana. Siapapun menggunakan plastik, mulai dari tukang sayur di jalan, di warung, bahkan sampai hypermart. Bentuknya juga bermacam-macam, mulai dari tas kresek beraneka warna sampai dengan kotak tempat makanan yang biasa kita sebut styrofoam. Aku pribadi sangat prihatin karenanya, sebab sampah yang dihasilkan juga sangat banyak, sampai-sampai di pintu air Manggarai pun styrofoam banyak yang mengambang dan menumpuk. Belum lagi sampah tas kresek yang banyak bertaburan di mana. Seharusnya para pengguna dan penghasil tas kresek dan styrofoam ini tau dampak dari penggunaan barang-barang itu, diantaranya yang tidak dapat didaur ulang dan baru dapat hancur setelah beratus-ratus tahun ke depan. Tetapi kok makin banyak saja yang menggunakannya. Mungkin karena harganya yang murah, para penjual selalu berupaya untuk meminimalisir biaya dan memaximize untung.

Di rumah, aku sangat membatasi penggunaannya. Seperti misalnya bila kami berbelanja ke minimart, kami selalu membawa tas kain untuk tempat barang-barang belanjaan, sampai petugas di minimart tersebut hapal dengan kami dan pasti menanyakan apakah kami membawa tas sendiri. Aku juga memberi mengajarkan anak-anak di rumah untuk meminimalisir penggunaan tas kresek dan Styrofoam tersebut, sampai-sampai menghukum mereka wajib mengembalikan tas kresek tersebut apabila mereka berbelanja dengan membawa tas kresek ke rumah. Kasian sih, tapi itu kan pelajaran juga buat mereka. Dari segi persampahan, aku juga mengajarkan bagaimana membedakan sampah organik dan non organik, kalau sampah organik biasanya kami taruh di tempat sampah bertutup dan setelah penuh kami tanam melalui lubang biopori, yaitu tanah yang dilubangi dengan alat yang berupa besi selebar 10 cm dan dalamnya 1 meter, dan yang non organic di tempat sampah biasa untuk diambil bapak tukang sampah yang datang setiap dua hari sekali. Ada untungnya juga bila sampah-sampah tersebut dipisahkan, pernah dulu sekali sewaktu kami belum memisahkan sampah-sampah tersebut, bapak tukang sampah tidak datang selama beberapa minggu, waduh karuan saja banyak tamu-tamu yang berdatangan menyambangi sampah kami, seperti kucing, tikus, kecoa sampai bapak dan ibu belatung, dan baunya hmmmm sangat harum sekali, seharum air kembang tujuh macam. Setelah kejadian itu, aku berusaha memperbaiki manajeman persampahan di rumah. Sampai saat ini, setelah kami pisahkan sampah-sampah tersebut, kami tidak perlu kuatir bila bapak tukang sampah sedang ngambek tidak mengambil sampah, karena bapak dan ibu belatung tidak menyambangi sampah kami lagi.

Dari segi Styrofoam, kami juga sangat membatasi penggunaannya. Ada kejadian lucu yang berhubungan dengan styrofoam ini, suatu saat kami membeli ayam bakar di dekat rumah dan mbak-mbak yang berjualan ayam bakar ini membungkus ayam bakar dengan Styrofoam, walhasil mbak-mbak itu mendapat kultum tentang bahaya penggunaan Styrofoam dan akhirnya banyak juga pembeli yang mendengar perkuliahan ini minta dibungkus dengan kertas bungkus gado-gado yang berwarna coklat. Siapa yang member kultum? Siapa lagi kalau bukan aku…hihihi…. Dosen mendadak….

Rasanya gemas sekali melihat ibu-ibu yang berbelanja di pasar, hanya membeli bawang setengah kilo bungkusnya tas kresek kecil, beli cabe se-ons dibungkus tas kresek kecil, kemudian semuanya ditaruh di dalam tas kresek yang lebih besar. Bila satu ibu-ibu itu dalam sekali belanja menghasilkan sepuluh tas kresek, bagaimana bila dalam pasar tersebut ada lima puluh atau seratus ibu-ibu yang berbelanja dalam satu hari. Bagaimana pula bila dihitung dalam satu minggu atau satu tahun. Hiiii….aku tergidik membayangkannya. Bagaimana cara mereka mengaturnya, tidak mungkin disimpan kan? Pasti dibuang, lalu bagaimana proses penghancurannya? Tak heran bila kita lihat di tempat-tempat pembuangan sampah banyak sekali warna warni tas kresek di mana-mana. Tidak kah mereka sadar bahwa tas kresek itu baru akan hancur dalam jangka waktu yang sangat lama.Walaupun begitu, ada juga beberapa pusat perbelanjaan modern yang telah berpartisipasi dalam usaha meminimalisir penggunaan tas kresek. Indomart menggunakan tas kresek yang dapat segera hancur, sangat bagus idenya, mudah-mudahan tulisan yang tertera di tas kresek itu benar dan bukan sekedar iming-iming dalam rangka menarik pembeli. Aku juga pernah menjumpai sebuah toko buku di Kalibata Mall yang menggunakan tas kertas sebagai tempat belanja buku-buku dan alat tulis. Dalam hati aku berharap semoga kebijakan pemilik toko buku ini bisa berlangsung lama dan tidak kembali lagi ke tas kresek. Perbelanjaan Superindo juga telah mensosialisasikan kardus bagi yang berbelanja dan memberikan point bagi yang tidak menggunakan tas kresek. Carrefour juga menawarkan tas kain hijau besarnya untuk tempat belanja, tapi aku rasa peminimalisiran tas kresek ini hanya sebagai upaya basa basi saja, karena bila pembeli tidak buru-buru memberi tahu kalau membawa tas sendiri, para petugas di kassa langsung memasukkan barang-barang belanjaan ke beberapa tas kresek. Itu pun penggunaannya juga sangat mubazir, satu tas kresek hanya menampung beberapa barang, padahal kalau diperhatikan tas kresek itu masih memuat beberapa barang lagi. Benar-benar perbuatan yang sia-sia.

Aku hanya berharap semoga ada banyak orang yang memiliki pemikiran sepertiku, yang memandang tas kresek dan Styrofoam ini sebagai sesuatu yang membahayakan lingkungan dan membawa tas belanja sendiri dari rumah. Siapa lagi yang dapat menyelamatkan lingkungan kalau bukan kita sendiri dan kita tidak dapat hanya mengharapkan orang lain yang melakukan itu kalau kita tidak memulai dari diri sendiri dan dapat menularkan kepada lingkungan sekitar. Kasian anak-anak kita nanti, sepertinya kita memberi PR dan sampah kepada generasi mereka. Apakah kita berniat untuk menyusahkan mereka? I hope not.

Kamis, 24 September 2009

Takdir


Takdir menurut Wikipedia adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktu. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.

Kadang-kadang sebagai orang yang awam tentang agama, aku sering bingung sendiri antara takdir dengan keadaan yang memang telah kita pilih sendiri. Seperti misalnya bila seseorang yang mengambil suatu tindakan tertentu tetapi ternyata dia mengalami kecelakaan karena kurangnya kehati-hatiannya yang mengakibatkan tidak sadar diri dan harus dirawat di rumah sakit, bila keadaan berkelanjutan ternyata terjadi sesuatu kejadian yang 'menurut agama' sudah ditakdirkan untuk meninggal dunia. Apakah proses meninggal dunianya itu merupakan takdir ataukah akibat dari kekurang hati-hatiannya orang itu? Alloh yang Maha Tau dan Maha Berkehendak, dan Alloh Maha Mengetahui yang terbaik untuk kita. Mungkin kalau ternyata takdirnya belum meninggal walaupun dia jatuh dan tidak meninggal, ternyata dia mengalami cacat mental dan perlu pengobatan yang menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Penjelasan lebih lanjut? Entahlah, aku sendiri tidak menguasai ilmunya. Yang jelas aku hanya melihat dari sisi positifnya saja. Oleh sebab itu kita mesti mengimaninya seperti yang tercantum dalam Rukun Iman.

Tulisan ini hanya sebagai renungan atas kesedihan Ita Puspita yang telah kehilangan suaminya. Tabah ya Ta, semoga Alloh menerima amal ibadahnya dan mendapat tempat di sisi-Nya.

Rabu, 02 September 2009

Temanku Musibahku


Ada pepatah yang bilang kalo bertemen dengan tukang parfum kita bisa ikut wangi dan bila bertemen dengan tukang minyak tanah kita juga bisa jadi ikut seharum minyak tanah. Mungkin itu ada benernya. Pokoknya (waduh mbah dukun bersabda) apa dan bagaimana kita adanya kadang-kadang juga karena kena pengaruh dari sekeliling. Tiba-tiba aku inget seorang teman yang nun jauh di sana, yang telah pulang ke haribaan Yang Maha Kuasa. Bukannya kangen sih, tapi ada rasa sesak di dada kalau mengingat dia.
Dua tahun yang lalu, saat mengikuti pendidikan yang diadakan oleh instansiku di kantor lain, aku berkenalan dengan seseorang. Mulanya aku tidak memperhatikan dia karena pada dasarnya aku jarang memperhatikan orang di sekitar, mungkin karena keseringan makan bebek kremes kali ya, jadinya aku berpenampilan cuek bebek. Karena pendidikannya diadakan 3 kali seminggu, jadinya setelah pendidikan hari pertama kami tidak bertemu lagi. Keesokan harinya, aku ditelp pak EY, aku sebut pak karena beliau telah menikah dan memiliki 2 anak di kota lain. Aku tidak tau siapa pak EY ini dan dari instansi mana, akhirnya beliau mengenalkan diri. Setelah berbasa-basi barulah pak EY mengutarakan bahwa ia ingin mengajak makan siang. Hah…kaget aku mendengar ajakannya yang langsung itu…gile beneeer baru kenalan udah ngajak makan siang. Terang aja aku tolak ajakan itu, emangnya siapa dia bisa langsung kenalan langsung ngajak makan siang. Keesokan harinya dia menelpon lagi dan begitu juga hari-hari berikutnya walaupun hanya untuk menanyakan apakah aku sudah makan siang atau belum. Kadang-kadang aku suka sebel sih, kenapa sih nih orang, suami bukan tetangga bukan, kok rajin amat nanyain udah makan apa belum. Karena setiap hari dia nelp lama-lama jadi kebiasaan juga sih, kalau dia tidak nelp kadang-kadang ada pertanyaan ada apa dengan dia.
Karena kegigihannya untuk mendekatiku (aku tafsirkan sebagai usaha untuk berteman) akhirnya mau juga aku diajak keluar untuk makan siang, kebetulan karena mall tempat aku biasa makan itu terletak di seberang kantor, jadi tinggal lompat aja bagaikan kodok ngorek. Jadilah ajakan makan siang itu berlanjut ke ajang makan siang berikutnya. Pak EY ini termasuk orang yang murah hati, ibaratnya kita tinggal tunjuk barang apa yang kita mau pasti dia langsung ngeluarin dompet, tanpa nawar pula. Kadang sebel aja, cewek kan kadang-kadang suka iseng nengok-nengok barang-barang di sekeliling, baru megang aja langsung dia nanya berapa harganya dan langsung bayar. Awalnya aku bahagia juga ditempelin cowok yang murah hati gini tapi lama-lama bingung juga, nih orang kok banyak uang sih, emangnya punya gaji yang tidak terbatas? Tapi dari pada pusing sendiri, wong yang ngeluarin uang aja gak pusing eh kok aku yang pusing, akhirnya aku cuek aja deh. Bodo amat ah. Tapi suatu saat pertanyaan itu terjawab juga tanpa aku sadari.
Banyak kegiatan yang kami lalui bersama yang untungnya suamiku mengerti akan hubunganku dengan pak EY ini, jadinya tidak ada cerita cemburu buta. Kami juga sempet kuliah bareng. Tapi kalo dipikir-pikir sih yang kuliah aku, dia hanya basa basi aja. Hanya dateng kuliah, karena yang ngerjain PR atau tugas-tugas kuliah itu aku, dengan tampang memelas yang tidak dapat aku tolak minta supaya aku mau mengerjakan tugasnya, dia hanya ngeprint hasilnya aja. Kerjaanku jadi dobel, disamping mengerjakan tugas kuliahku sendiri, juga tugas kuliahnya dia. Mengesalkan tapi mesti gimana lagi, gara-gara tidak tega menolak jadi begini nasibku. Belum lagi kalau tugas kantor bejibun, waduh…ingin rasanya aku teriak...maliiiiing..lho gak nyambung ya…hihihi…
Suatu saat ada kejadian buruk menimpaku, pak EY menelponku untuk meminjam uang 5 juta dengan alasan untuk membayar credit card yang telah jatuh tempo, dia bilang nanti setelah gajian mau dia lunasi. Tidak berapa lama dia minjem uang juga dengan alasan ada temannya yang sedang kesusahan dan dia bilang sekalian nanti kalau gajian akan dia bayar. Karena kami sudah deket , aku percaya kalau dia akan membayarnya setelah dia gajian. Tapi ternyata gajian demi gajian berlalu dan uangku tercinta belum juga kembali. Berulang kali aku tanya ke dia kenapa belum dibayar utangnya tapi ada aja alasan yang diberikan, sampai aku berhenti nagih karena bosan nanya.
Suatu saat lagi, aku mengajukan pinjaman kredit ke bank karena akan merenovasi rumah yang akan melorot tapi tanpa sadar aku cerita ke pak EY kalau aku sedang mengajukan kredit. Dia malah mengajukan proposal baru kalau ingin meminjam uang yang aku pinjem itu dengan alasan anaknya yang minta dibelikan computer. Huh..serba salah deh…
Ada sebagian keadaan pribadi pak EY yang dapat aku kenali, ternya ta si tuan besar ini agak borju, gampang memberi uang kepada siapa saja, seakan-akan dia itu punya penghasilan yang tidak terbatas. Dari mana asal uang itu? Ya tentu saja hasil dia meminjam kanan kiri atau menyuruh istrinya minjam ke tetangga. Hiii serem ya. Akhirnya karena pinjeman dia luar biasa besar, aku sarankan istrinya untuk mengajukan pinjaman ke bank swasta, untungnya berhasil dan dia bisa membayar semua utangnya, kecuali ke aku tentunya. Tapi aku bisa bernafas lega, karena berhasil berkelit dari rengekan pinjamannya dia. Tapi sialnya, setelah pinjamanku cair, tanpa henti-hentinya dia menggempur diriku untuk meminjam uang hasil kreditanku. Dengan berat hari aku berikan sebesar yang dia inginkan, dengan catatan bulan depan benar-benar sudah harus dikembalikan.
Kadang-kadang aku tidak mengerti apa yang aku rasakan padanya, dibilang sayang kok tidak juga, benci tidak juga. Aku hanya berpikir karena aku tidak memiliki kakak, sehingga aku dekat dengan dia. Aku juga dekat dengan istrinya. Teman-temanku sampai tidak abis pikir kesambet jin apa aku ini sampe segitu deketnya dengan dia. Dilihat dari tampang biasa aja, kelakuan juga tidak bagus bagus amat. Semakin mereka bingung semakin bingung juga diriku pada diriku sendiri. Kok bisa-bisanya deket dengan orang itu.
Suatu ketika istrinya nelpon dengan suara yang terdengar seperti menangis, meminta supaya aku ke kotanya, karena suaminya dirawat di rumah sakit terkena tumor otak. Tanpa berpikir panjang aku langsung ke Gambir dan memesan tiket untuk besok pagi-pagi, padahal di saat yang sama anakku yang nomor dua berulang tahun, aku minta maaf kepada anakku bahwa besok aku tidak bisa mendampingi dia karena ada temen bundanya yang masuk rumah sakit, anakku mengijinkan aku pergi dengan syarat-syarat tertentu. Ternyata Tuhan memiliki kuasa yang kita tidak tau akhirnya. Beberapa saat sesudah itu, pak EY ini dirawat untuk jangka waktu yang sangat lama, karena tumor otak bukan penyakit yang sebentar sembuh. Pengobatan yang memakan waktu lama dan biaya yang besar itu tetap tidak dapat menjamin kesembuhannya. Sampai akhirnya tanggal 2 Februari 2009 pak EY dipanggil ke hadirat Yang Maha Kuasa, meninggalkan segala hutang-hutangnya kepadaku dan ke pihak-pihak yang lain (mungkin lho ya, karena sifat-sifatnya yang boros itu). Istrinya sampai kewalahan menghadapi berbagai pihak yang menagih utang (termasuk juga aku). Untungnya pinjaman ke bank swasta dulu itu bisa lunas karena dilindungi oleh asuransi. Tinggal aku yang merenungi nasib, bagaimana nasib uangku itu yang setiap bulan harus aku bayar angsurannya. Pihak keluarga juga sampe sekarang seperti tidak memperlihatkan niat baik untuk menghubungiku. Sampai-sampai aku berpikir, sepertinya kok malah aku yang mengemis-ngemis nih. Sampai sekarang, aku jadi berhati-hati untuk berteman dekat dengan siapa pun, apalagi kalau ada urusan dengan uang, alergiku langsung kumat, gatel-gatel.
Pelajaran yang aku ambil dari pertemanan ini, jangan menilai orang dari luarnya aja dan berhati-hati dengan urusan utang piutang. Apalagi kata ustadz yang sering ceramah di mushola kantorku kalo urusan utang piutang itu harus dicatet sampai sekecil-kecilnya, kalau kita meninggal malah nanti mengakibatkan segala bencana di akhirat, serem ya…
Sering kali aku berpikir apakah ini hukuman dari Tuhan atas kelakuanku yang tidak berkenan atau kurang bersedekah, tapi aku selalu berusaha untuk berpikir positif, mungkin dengan cobaanku ini Tuhan ingin agar aku semakin mendekatkan diri pada-Nya, walaupun hanya untuk mengeluh..hehehe… Pengalaman adalah guru yang paling baik dan juga paling mahal. Tapi yang aku sesali kok mahal banget sih, sampai berpuluh-puluh berjuta-juta??

Sabtu, 28 Maret 2009

Deja Vu


Déjà vu adalah sebuah frasa Perancis dan artinya secara harafiah adalah "pernah lihat". Maksudnya mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. Fenomena ini juga disebut dengan istilah paramnesia dari bahasa Yunani para (παρα) yang artinya adalah "sejajar" dan mnimi (μνήμη) "ingatan".
Menurut para pakar, setidaknya 70% penduduk bumi pernah mengalami fenomena ini (diambil dari id.wikipedia.com).
Kata ini sangat menggelitik. Banyak hal yang terjadi yang berhubungan dengan Déjà vu ini, seperti tiba-tiba bila penyakit ini menyerang, kita tiba-tiba berpikir keras, sepertinya kita pernah mengalami ini ya, tapi di mana? Atau tiba-tiba kita bertemu dengan seseorang yang tiba-tiba juga kita berpikir sepertinya orang ini pernah kita kenal, tapi di mana ya? Jika perasaan ini tiba-tiba muncul, sulit sekali menghilangkannya, sebab jawabannya susah sekali ditemukan, kapan dan di mana.
Saya sempat mengalami perasaan Déjà vu ini. Setiap saya berpikiran aneh mengenai suatu tempat , pasti di saat kemudian hari saat itu muncul kembali. Jadi jika Déjà vu yang berhubungan dengan tempat, saya masih dapat memprediksikan. Seperti saat saya melewati suatu jalan di Cianjur, bila hendak berangkat atau pulang dari Bandung, karena saat itu belum ada Cipularang, saya mengalami déjà vu , di saat kemudian, saya ditempatkan oleh kantor di Cianjur. Di saat lain, saya paling takut pergi ke daerah Senin karena banyak berita-berita menyeramkan seputar Senin, setiap pergi ke daerah Senin saya merasakan hal yang aneh, tapi tidak lama kemudian, saya dimutasikan oleh kantor ke daerah Senin. Beberapa saat ini, setiap saya ke daerah Jogja saya juga merasakan hal yang aneh, tapi hal ini harus saya ingkari, sebab saya tidak mau dimutasikan ke jogja, karena jauh dari Jakarta dan anak-anak tidak mungkin dibawa pindah ke sana. Tapi yang paling susah adalah bila kita bertemu dengan seseorang yang sepertinya telah kita kenal, siapa dan di mana, hal itu yang membutuhkan perjuangan keras untuk mengingatnya, suatu hal yang sangat sulit untuk kita ingat, perasaan yang timbul dari kita adalah sepertinya kita pernah mengenal dekat orang itu tapi kok sepertinya orang itu tidak mengenal kita. Siapa dia dan kapan kita mengenalnya, itu yang paling sulit.
Terlalu banyak rahasia dalam hidup ini yang tidak mungkin dapat kita ketahui, sangat banyak rahasia Alloh yang tidak mungkin dapat kita pelajari semuanya. Sedikit demi sedikit, sesuai dengan perjalanan hati , segala pelajaran yang berhubungan dengan kejiwaan dapat kita buka.

60 Menit Tanpa Lampu


Setelah melihat iklan ’60 Menit Tanpa Lampu’ atau 'Earth Hour' seminggu yang lalu, kami sekeluarga berniat untuk mengikuti anjuran tersebut. Program ini digagas oleh World Wildlife Fund (WWF) berfungsi untuk mengurangi laju perubahan iklim global. Aksi juga dilakukan di 2.848 kota pada 83 negara. Bagi kami, tidak ada salahnya kami mengikuti anjuran tersebut. Ada beberapa factor yang melatarbelakangi keputusan kami, diantaranya adalah disamping untuk mengajarkan kepada anak-anak kami dampak dari global warming juga dapat menghemat biaya listrik. Sejak siang kami sudah mengingatkan anak-anak bahwa nanti malam kami mau mematikan lampu dan agar tidak mengecewakan anak-anak kami merencanakan untuk berjalan-jalan malam ke pasar yang tidak terlalu jauh dari rumah. Arti jalan-jalan di sini adalah benar-benar berjalan-jalan kaki, tanpa naik kendaraan bermotor atau sepeda.
Tibalah saat yang ditunggu, 28 Maret 2009, sejak pukul 20.00 kami telah berganti baju dan bersiap-siap untuk mematikan lampu dan pergi ke luar rumah. Semua lampu dan saluran listrik kami matikan, kecuali kulkas. Tujuan kami berjalan-jalan adalah untuk melihat apakah ada di lingkungan kami tinggal yang ‘sepemikiran’ dengan kami untuk mematikan lampu. Ternyata setelah kami berjalan-jalan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hanya sedikit yang mengikuti himbauan tersebut, dari jarak 1 km yang kami lalui tersebut, rumah bermati lampu yang kami temui hanya 3 rumah, ada juga rumah yang mati lampu tetapi memang karena tidak berpenghuni, selebihnya terang benderang. Ada pembicaraan lucu yang sempat saya dengar di antara ibu-ibu di rumah-rumah yang kami lalui, kata mereka “katanya kita harus matiin lampu ya jam 20.30? katanya berhubungan sama global warming ya”, kata tetangganya “ah itu kan yang mau aja, lagi pula kita bayar kok listriknya, jadi ngapain kita harus matiin”. Gemas juga sih mendengar kalimat itu, tapi apa daya, mungkin daya nalar mereka hanya sampai di situ saja, saya juga tidak mungkin tiba-tiba menyerobot pembicaraan dan menerangkan dampak global warming kepada mereka, bisa-bisa saya disangka dari partai mana, karena sekarang sedang heboh-hebohnya para peserta Pemilu menerangkan program kerja partainya.
Memang sulit untuk menanamkan cinta lingkungan kepada orang-orang yang memang tidak mau mencintai lingkungannya sendiri. Seperti membuat lobang biopori, banyak tetangga saya yang berpendapat bahwa saya buang-buang tenaga hanya untuk membuat lobang biopori dan membuang sampah organik di halaman rumah, padahal mereka juga ikut merasakan dampaknya. Atau tidak menggunakan kantong-kantong plastic, mereka menertawakan orang-orang yang membawa sendiri tas dari rumah karena menolak menggunakan kantong plastic yang disediakan oleh minimart.
Semua di mulai dari diri kita, tanpa niat dari diri sendiri, semuanya adalah nol besar. Karena tanpa dimulai dari sekarang, berarti kita akan menyisakan bencana untuk anak cucu kita nanti.

Rabu, 18 Maret 2009

Selamat Ulang Tahun Qonita


8 Maret, hari minggu lalu, Qonita, putri bungsuku, merayakan ulang tahunnya yang ke-empat. Hari yang sangat berarti untuknya, karena di usianya yang sekarang, sudah dapat memahami apa arti perayaan ulang tahun dari sudut pandangnya. Menurutnya, hari ulang tahun itu identik dengan mainan-mainan dan baju-baju hadiah dari orang tua, eyang serta om dan tante-tantenya. Ini dibuktikan dari banyaknya permintaan hadiah yang dimintanya beberapa bulan menjelang bulan ulang tahunnya. Saya sendiri juga heran, mengapa dia mengerti kalau tanggal 8 Maret itu merupakan tanggal ‘bersejarahnya”. Permintaannya pun tak kalah heboh dengan orderan antar toko, seperti scooter bergambar Barbie, baju Barbie, baju stroberry shortcake dan boneka Barbie. Mungkin karena dia memiliki kakak perempuan penggemar Barbie, jadilah dia tertular virus Barbie. Tapi karena dia adalah putri mungilku, dengan suka rela saya menyicil kado-kado permintaannya sejak bulan Januari.
Mengingat 8 Maret, mengingatkan kejadian bertahun-tahun yang lalu saat saya dengan lunglainya melihat surat penempatan PNS setelah pendidikan yang memberitahukan kalau saya ditempatkan di Cianjur, sekitar September 2003 atau 2004 yang lalu. Segera setelah pemberitahuan penempatan, saya segera mendatangi Bagian Kepegawaian untuk memprotes mengapa saya ditempatkan di luar Jakarta, karena setau saya, wanita yang telah menikah penempatannya mengikuti suami. Ternyata menurut Bagian Kepegawaian slip keterangan bahwa saya telah menikah hilang, betapa lemasnya saya mengetahui keterangan mereka, alasan yang sangat mudah diucapkan, tetapi berat bagi yang menjalaninya. Mereka mengusulkan agar saya menemui Kepala Kantor Cianjur dan meminta kebijaksanaan Kepala Kantor Cianjur untuk mengijinkan pembatalan penempatan saya. Seperti yang sudah saya perkirakan, Kepala Kantor saya menolak mentah-mentah ide saya. Terang saja dia menolak, karena anak buahnya juga sedikit dan sangat mengharapkan pegawai-pegawai baru di kantornya.
Setelah kejadian penolakan itu, saya segera mencari rumah kontrakan dan membawa anak-anakku, pada saat itu ada dua, Naura dan Radit, yang masih berusia 5 dan 3 tahun. Suamiku tetap tinggal di Jakarta, kembali tinggal di rumah orang tuanya dan pulang kampung ke Cianjur tiap Jumat malam. Terasa lumayan berat tinggal di negeri orang berikut dua anak yang masih kecil-kecil, beruntunglah saya membawa pembantu dari Jakarta, walaupun akhirnya dia berhenti karena mungkin dia memang menginginkan tinggal di Jakarta. Untung pula tidak susah mencari pembantu, karena cukup banyak tawaran untuk mendapatkan pembantu di kota kecil itu, tidak seperti Jakarta yang harus melalui Yayasan atau pesan melalui orang lain.
Di Cianjur saya mendapatkan banyak sahabat-sahabat yang banyak membantu saya. Seperti ketika anak-anak sakit saat malam, tinggal menelpon seorang sahabat, beberapa saat kemudian dia sudah tiba di rumah. Tengkyu Widi..saat-saat itu tidak dapat saya lupakan. Hampir setiap Minggu kami berkumpul untuk makan nasi liwet, atau pergi ke tempat makan yang ikannya dapat diambil sendiri di danau, atau sekedar lintas alam. Sistem pertemanan di sana sangat berbeda dengan di Jakarta, kami benar-benar dekat satu sama lain.
Walaupun kehidupan di Cianjur sangat indah, tapi karena kampung kami di Jakarta, tetap saja kami merindukan saat-saat bersama kembali di Jakarta. Saya tetap berusaha untuk minta pindah ke Jakarta, membuat surat permohonan tanpa biaya pindah. Kantor Wilayah di Bandung saya datangi. Tapi yang namanya mungkin belum jodoh, tetap saja usaha tersendat-sendat. Sampai akhirnya saya berfikir pendek, saat itu memang kami sudah bersepakat hanya memiliki anak 2, karena sudah putra dan putri, saya menginginkan untuk hamil lagi, saat itu saya berpikir jika saya hamil mungkin saya diijinkan untuk pindah mengikuti suami di Jakarta. Pasti mereka tidak tega, begitu pikir saya.
Sungguh merupakan saat-saat kehamilan yang berat, karena sampai menginjak bulan ke sembilan, saya masih merasakan morning sickness dan muntah-munta sepanjang hari. Padahal saat itu saya harus bolak balik ke Bandung dan Jakarta untuk mengurusi permohonan kepindahan saya itu. Saat melewati Puncak yang jalannya meliuk-liuk sungguh membuat perut saya sengsara, isi perut bagaikan ingin keluar. Setelah turun dari bis pasti saya sempatkan mencari WC umum ’sekedar’ ingin muntah. Belum lagi acara ngidam yang aneh..seperti tidak mau menyentuh air, tidak mau mandi dan cuci rambut hanya mau di tempat tidur (suami yang mencuci rambut saya). Tapi untunglah putri kecil saya itu tidak terkena imbasnya, saya pikir dulu mungkin nanti Qonita tidak mau menyentuh air, ternyata dugaan saya salah, Qonita sangat senang bermain air.
Setelah berjuang sekuat tenaga dan bersimbah air mata, karena permohonan saya itu sempat ditolak. Akhirnya tanggal 20 Desember 2004 saya dapat pindah ke Jakarta lagi. Tapi itu juga saya masih harus bolak balik Cianjur Jakarta, karena Naura dan Radit sudah bersekolah di Cianjur. Tiap jam 5 pagi saya telah naik colt jurusan Bogor untuk kemudian naik bis jurusan UKI, yang dilanjutkan naik bis lagi ke Jl. Gatot Subroto. Tapi untunglah, tidak berapa lama, setelah segala urusan tempat tinggal dan sekolah anak-anak di Cianjur dibereskan, tanggal 15 Januari 2005 kami dapat memindahkan semua barang-barang ke Jakarta. Dan tak lama berselang, 8 Maret, putri kecil kami pun lahir.
Tapi kelahiran putri kecil itu juga harus melalui jalan yang lumayan sulit, karena walaupun sudah bukaan 7 tapi putri kami tidak kunjung lahir. Setelah di cek CTG dapat diketahui bahwa putri kami mengalami kekurangan oksigen sehingga dia tidak dapat berjuang ke luar dari rahim, sehingga akhirnya secara mendadak dokter menyarankan untuk dicaecar. Akhirnya pada pukul 10.00 malam, lahirlah Qonita Handias Khairunnisa, yang artinya ’Anak perempuannya Handoyo dan Soediastuti yang taat beribadah dan baik’. Amin ya Alloh...
Terima kasih, Qonita, putri kecilku, tanpa dirimu, ayah, titu, kakak dan mas tidak bisa berkumpul lagi.

Minggu, 22 Februari 2009


Elegi Anak-anak

Di rumah ini aku memiliki tiga anak yang mungil-mungil. Putri pertamaku, Naura, 10 tahun, berambut kribo, manis dan menyenangkan. Putra keduaku, Radit, 8 tahun, bertubuh kecil mungil dan tidak bisa diam. Sedangkan, yang terakhir adalah seorang putri kecil, Qanita, 3 tahun, berambut panjang berponi serta tidak pernah berhenti bicara.
Semua anak-anakku bersifat unik. Saling berbeda sifat dan tidak pernah bisa akur. Bila Naura sedang akur dengan Qanita, dapat dipastikan, beberapa saat kemudian timbul musuh baru, yaitu Radit. Sedangkan bila suatu saat Naura sedang berasyik masyuk dengan Radit, bisa dipastikan penjajah yang terbit berikutnya adalah Qanita. Saat-saat berbeda pandangan, bila tidak ingin disebut berperang, itu timbul selalu bisa diprediksikan. Bila suatu saat putri-putriku sedang asik nonton Alvin The Chipmunks, pasti tiba-tiba the other enemy muncul merebut remote tv dan bertindak sewenang-wenang dengan alasan belum nonton tv dari pagi dan memilih saluran bola, suatu saluran yang amat dibenci oleh putri-putriku.
Bila saat perang itu timbul, aku tidak pernah bisa melerai, biasanya hanya mendengarkan suara-suara petir yang tiba-tiba keluar dari mulut–mulut mungil itu, yang dapat mengalahkan suara hujan di luar. Mendengarkan sampai mereka menangis bersamaan karena masing-masing telah berputus asa melihat musuhnya yang tidak kehabisan tenaga. Salah satu anak bersenjata bola basket dan yang lainnya bersenjatakan sapu lidi pembersih tempat tidur, suatu system peperangan seperti jaman Belanda karena bersenjata sederhana, tidak menggunakan senjata jaman laras panjang atau pendek…emangnya perang Gaza????
Yang dapat aku lakukan adalah memeluk salah satu anak yang kalah, atau yang nangis bersamaan, berpura-pura menangis sampai mereka tertawa semua.
Setelah ditunggu lima menit kemudian, pasti suara petir yang menyambar-nyambar itu biasanya mereda, walaupun tidak dapat dipastikan siapa yang jadi pemenangnya. Yang jelas aku bersyukur bahwa perang itu hanya sebentar dan tidak perlu memanggil hansip atau satpam atau pemadam kebakaran.
Waduh…berantem lagi deh…toloooong....

Senin, 12 Januari 2009

Meta Melahirkan


Hari ini aku mengalami suatu peristiwa yang tak terlupakan. Mungkin bagi semua orang hal yang aku alami tak berarti apa-apa, tapi bagiku itu merupakan hal yang sangat indah, tentang kekuasaan Alloh. Semuanya bermula dari pemberitahuan temanku bahwa Meta akan melahirkan, suami Meta sedang mengalami suatu masalah sehingga tak dapat mendampingi istrinya ke rumah sakit. Setelah mendengar berita itu langsung kami berangkat ke rumah sakit, kebetulan rumah sakitnya tak jauh dari kantor. Setelah kami tiba di rumah sakit untunglah ada seorang teman Meta yang lain, tapi kami segera membantu hal-hal yang lain, yang sekiranya masih dibutuhkan. Kami segera mengurus ASKES dan membeli yang dibutuhkan Meta. Yang aku kagumi dari seorang Meta, dia tak mengeluh sakit karena akan melahirkan, semua dihadapi dalam diam, mungkin kalo aku yang melahirkan pasti sudah mengaduh-aduh tak karuan. Apabila dia terpejam, aku segera tanya apakah dia sakit, barulah disitu aku tau kalau dia sakit, kalo tak ditanya dia tak akan mengatakan kalau dia sakit. Alloh Maha Pengasih dan Penyayang, di saat seseorang mengalami kesulitan, apa pun kepercayaan dan keyakinannya, Dia tidak meninggalkannya. Itu terbukti dari Meta yang tidak didampingi suami. Proses melahirkannya sangat mudah, walaupun aku tau pasti perjuangannya sangat sulit. Hamil seorang diri, ke dokter kandungan seorang diri, membeli perlengkapan bayi seorang diri, untunglah pada saat dia akan melahirkan ada seorang teman yang mendampinginya. Temanku Pephy merekam proses melahirkan sesuai pesan suami Meta. Aku lihat di situ detik-detik kelahiran, bagaimana saat-saat pintu lahir terbuka, keluarnya kepala bayi dan diikuti dengan bahu serta badan bayi semua dalam waktu yang serba cepat. Allohu Akbar. Subhanalloh. Prosesnya itu sangat lancar, sepertinya sang bayi tau bahwa dia tidak akan menyakiti ibunya, dibuktikan dengan proses lahirnya yang sangat cepat. Bidan yang membantu proses melahirkan juga berkomentar senada, bahwa sang ibu tidak berteriak-teriak atau menangis karena sakit, pasien yang baik, katanya. Kemudian diikuti oleh inisiasi dini yaitu proses pemberian ASI secara alami, bayi ditaruh di dada sang ibu, beberapa saat kemudian sang bayi menjilat-jilat tangan dan mengeluarkan ludah, tapi aku tak mengerti kenapa proses itu hanya sampai di situ saja, tidak sampai sang bayi menuju putting ibunya, mungkin karena proses yang lama, aku tak tau. Tapi aku mendapat pelajaran berharga hari ini tentang proses kelahiran bayi dan ke-Maha-Besar-an Alloh untuk hambanya. Walaupun seseorang itu mendapat musibah di satu sisi tapi di sisi lain dimudahkan oleh Alloh. Terima kasih Alloh atas kasih sayang-Mu..

Minggu, 04 Januari 2009

Poni batok ala Qonita


Hari ini aku abis mendholimi poni putri terkecilku, Qonita. Poni yang semula se- mata menjadi jauh di atas awang-awang, tinggi sekali. Semula aku hanya ingin merapikan sdikit poninya supaya tidak nyolok mata kalau kedip, tapi karena kepalanya bergoyang-goyang bagai nyiur hijau di tepi pantai, apa daya poninya menjadi miring ke atas, semakin aku ratakan antara poni kiri dan kanan semakin tinggi poninya, mirip batok kelapa. Tadinya karena ditertawakan kakak-kakaknya dia mau nangis dan ngambek tapi stelah dibujuk-bujuk mau ke Alfa Midi barulah dia tenang dan pasrah menerima keadaan poninya yang bagaikan batok kelapa itu. Maafkan titu ya sayang..

Renungan Tahun Baru...


Tak terasa udah mulai tahun baru lagi...ups...kudu banyak perubahan dan peningkatannih...perbaikan dan peningkatan, yang udah baik ditingkatin, yang belum ada ya harus diadain tapi dengan catatan harus yang baik lah ya. Keimanan dan ketakwaan...wah itu harus binti kudu.. kesabaran menghadapi anak..wah itu juga harus...apalagi menghadapi 3 anak yang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Waktu tahun 2008 kadang-kadang masih suka sholat telat, masih nanti-nanti aja ah...tp sekarang nih di tahun 2009 harus lebih baik lagi..kudu tilawah..melajarin Al Quran..melajarin artinya.. Mudah-mudahan Alloh memberi banyak kemudahan untukku. Amin...
Ajari hamba ya Alloh dalam mengenal-Mu...